Dalam rangka memperingati satu tahun wafatnya Ahmad Syafii Maarif, Program Studi Doktor Politik Islam-Ilmu Politik, Program Pascasarjana, Lembaga Riset dan Inovasi (LRI), dan Ahmad Syafii Maarif (ASM) School of Political Thought and Humanity Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyelenggarakan Sarasehan dengan tajuk “Mengenang 1 Tahun Buya Ahmad Syafii Maarif: Kemanusiaan, Keindonesiaan, dan Keislaman. Sarasehan ini dilaksanakan pada Rabu (29/11) di Amphitheater Gedung Pascasarjana UMY.
Dalam sambutannya, Direktur Program Pascasarjana, Sri Atmaja menyampaikan bahwa forum ini merupakan media bertukar pikiran dan sudut pandang baru, mengingat sosok yang akrab disapa Buya Syafii tersebut memiliki wawasan yang sangat luas. Forum ini akan berusaha menggali wawasan dan perspektif Buya mengenai keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan.
Terdapat tiga narasumber yang dihadirkan pada kesempatan ini, yaitu Ketua Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas, Dosen Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Adib Sofia, dan Dosen Sastra Inggris UAD Erik Taufani Somae.
Adib Sofia dalam paparannya menyampaikan terkait Syafii dan isu perempuan. Dalam konteks keperempuanan, Adib menyampaikan bahwa Buya selalu menekankan untuk terus berlari, namun juga berpegang dengan kuat. Artinya, perempuan harus selalu berkemajuan, namun juga memegang teguh dasar agama, yaitu al-Quran dan Hadis.
Pada pertemuannya dengan Buya, Adib menyampaikan bahwa bagi Buya, kunci sukses seorang perempuan adalah memiliki rasa percaya diri. Walaupun persoalan kesetaraan gender sudah selesai di Muhammadiyah, namun dalam praktiknya di Indonesia masih jauh dari kata setara. Oleh karenanya, menurut Buya, perempuan harus percaya diri untuk tampil di ruang publik dan menjadi pemimpin.
Dalam pertemuannya yang lain dengan Buya, Adib juga menyampaikan bahwa Buya mengajarinya untuk selalu belajar banyak bidang studi, sehingga memiliki wawasan yang luas, tidak hanya terpaku pada satu fokus saja.
Sementara itu, Erik yang telah bersama Buya 10 tahun menerangkan terkait Buya di mata anak muda. Menurut Erik, Buya dikenal secara luas karena pemikirannya yang tak jarang menjadi kontroversi. Hal ini dikarenakan pemikiran Buya yang cenderung melampaui daripada orang pada umumnya, sehingga kerap menimbulkan kontroversi.
Erik menyampaikan, Buya merupakan ahli agama yang sangat terjaga ibadahnya, apalagi salat fardhu yang ia usahakan tidak pernah terlambat. “Lebih mudah menemui Buya di masjid daripada di rumah,” lanjutnya. Buya juga merupakan sosok yang rajin puasa Senin-Kamis dan salat Tahajud. Karya-karya yang ia hasilkan, kata Erik, kebanyakan Buya hasilkan ketika selepas salat Tahajud.
Selain itu, Erik menyampaikan, Buya juga merupakan seorang yang disiplin, pendengar yang baik, observatif, pandai bergaul, teliti, suka mentraktir makan, dan suka mendengarkan lagu, khususnya lagu Minang. (sa)
* Sumber Tulisan: suaraaisyiyah.id
Discussion about this post