Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Ini terjadi karena proses Islamisasi yang panjang melalui berbagai faktor, seperti ekonomi, perkawinan, budaya, serta dakwah Islam. Dalam proses dakwah Islam tidak dapat dimungkiri bahwa karya sastra merupakan wacana yang menjadi sarana efektif untuk menyampaikan pesan. Akan tetapi, wacana yang ditinggalkan oleh para tokoh saat itu menunjukkan fakta kultural dan sosial bahwa mereka tidak selalu berada dalam harmoni kehidupan beragama. Ketidakharmonisan ini bermula dari perbedaan pandangan Hamzah Fansuri dan Nuruddin Ar-Raniri dalam menjelaskan wujȗd Allah. Bagi Hamzah Fansuri yang merupakan penganut Wachdatul Wujȗd, Allah dapat berupa sesuatu apa pun. Sementara itu, yang tertera dalam karya-karya Nuruddin Ar-Raniri, pandangan yang demikian adalah sesat, salah, dan dhalâlah.
Tibyân fî Maʻrifatil-Adyân, Chujjatush-Shiddîq li Dafʻiz-Zindîq, dan Fatchul-Mubîn ʻalâl-Mulchidîn merupakan tiga karya Nuruddin Ar-Raniri yang kuat menunjukkan penentangan keras. Analisis terhadap ketiga naskah tersebut mengedepankan (i) aspek pernaskahan mengenai keberadaan naskah masa lampau pada masa sekarang; (ii) aspek kesastraan mengenai wacana yang menjadi sarana efektif dalam islamisasi di Indonesia; (iii) aspek akidah mengenai keagamaan manusia dalam wacana dan praksis keagamaan masa lalu; dan (iv) aspek perkembangan berpikir manusia mengenai relevansi masa lampau bagi masa sekarang. Sebagai karya masa lampau ketiganya dianalisis secara filologis melalui pencarian naskah, pendeskripsikan naskah, dan penyuntingan naskah. Selanjutnya, dilakukan interpretasi terhadap makna di depan teks, yaitu dengan pre-understanding atau guessing, explanation tahap pertama dengan mendeskripsikan naskah, explanation tahap kedua dengan menjelaskan struktur dan isi teks, dan pemahaman taraf yang lebih tinggi, yaitu comprehension.
Analisis sesuai dengan tahapan tersebut menemukan beberapa hal, yaitu (i) terdapat sikap intoleran dalam ketiga karya itu berupa menyatakan diri sendiri paling benar dan pihak yang tidak berpandangan sama adalah sesat, salah, dan dhalâlah; menyamakan pihak lain dengan golongan yang berstereotip negatif, seperti kafir, mulchid, zindîq, Majusi, Yahudi, Nashâra, Fir’aun, dan ahli bid’ah; melakukan kekerasan verbal dengan pemilihan diksi yang keras, penghinaan, dan pelaknatan; menjatuhkan hukuman kepada pihak lain; serta melakukan pembunuhan kepada pihak lain; (ii) efektivitas tindak intoleransi bergantung pada beberapa hal, yaitu penggunaan dalil keagamaan sebagai dasar legitimasi serta dukungan dari penguasa; (iii) karya-karya masa lampau menunjukkan fakta yang relevan untuk kehidupan masa sekarang dalam masyarakat yang majemuk. Kematangan beragama serta kemampuan untuk melakukan analitis-kritis terhadap dalil-dalil keagamaan merupakan modal untuk mewujudkan kehidupan beragama yang harmonis. Keberadaan Nuruddin Ar-Raniri yang hanya dapat bertahan tujuh tahun di Nusantara, sesuai dengan kondisi saat ini bahwa intoleransi tidak pernah sesuai diterapkan di bumi Indonesia.
* Tulisan utuh selanjutnya silahkan klik DI SINI
Discussion about this post