Pada era sebelum kemerdekaan hingga beberapa dekade setelahnya, prangko menjadi benda sangat berharga, baik secara fungsional maupun secara konseptual. Kala itu prangko tidak hanya menjadi bukti pembayaran biaya pengiriman surat atau dokumen, tetapi juga memiliki fungsi sebagai alat fundraising yang disebut sebagai prangko amal. Prangko amal Muhammadiyah yang terbit pada masa Hindia Belanda telah menjadi ikon filantropi Islam modern. Hingga 80 tahun keberadaannya pada 2021 ini, prangko tersebut masih terus dibahas dan ditampilkan di berbagai media.
Oleh karena itu, tulisan ini berupaya mengungkap makna prangko tersebut dalam beberapa tahapan dan berbagai konteks. Pertama, dari sisi imaji denotasi diperoleh gambaran detail wujud visual dan tekstual prangko amal tersebut. Kedua, dari sisi retorika konotasi, diperoleh makna prangko tersebut sebagai (i) pengakuan Pemerintah Hindia Belanda kepada gerakan Islam; (ii) profesionalitas filantropi Islam; (iii) aksi kemanusiaan dari masyarakat umum untuk masyarakat umum; serta (iv) wujud spritualitas dan ibadah sosial. Ketiga, pada tahap mitos diperoleh makna (i) kultur kolektif tentang keberlanjutan untuk mengelola filantropi secara terorganisasi dan (ii) kultur kolektif tentang keberlanjutan untuk beragama dengan bahagia. Ketiga hasil pemaknaan tersebut menjawab mengapa hingga saat ini keberadaan prangko amal Muhammadiyah masih terus diapresiasi.
* Tulisan utuh selanjutnya silahkan klik DI SINI
Discussion about this post